Nabila sex - Cerita sex terbaru, novel sex terlengkap, cerita dewasa terupdate, cerita mesum terbaik, cerita ngentot terpopuler, cerita bokep terselubung, cerita xxx terhot, cerita ml abg perawan, cerita porno janda binal | Remon terkejut ketika membaca dua kalimat singkat pada sepotong kertas yg terselip di antara hasil test murid-muridnya..”Saya ingin punya cowok yg seperti Bapak, jantan! Apalagi kumis Bapak yg tebal itu, menggemaskan”. Setelah membacanya, ia menarik nafas panjang beberapa kali. Ia menduga bahwa potongan kertas itu terselip di kertas test muridnya yg nakal, Yolla. Lalu ia memutuskan untuk merobek kertas itu menjadi beberapa potongan kecil. Ia tak ingin istrinya menemukan dan membaca kertas itu.
kumpulanceritahitam.blogspot.com - Tanpa disadarinya, pikiran Remon menerawang ke beberapa ‘peristiwa menyenangkan’ ketika ia mengajarkan matematika di kelas 2B. Kelas itu menjadi berbeda daripada kelas-kelas lainnya karena di kelas itu ada Yolla yg cantik, berhidung bangir, berkulit kuning bersih, dan selalu duduk di kursi barisan paling depan. Kursi itu berjarak kira-kira 3 meter dari meja guru dan persis berhadap-hadapan.
Kumpulan Cerita Ngentot ABG, Cerita Ngesex ABG, Cerita Sex Perawan, Ngentot ABG Sange, Kisah Semi ABG Bispak IGO, Ngesex ABG Birahi.
Yolla menjadi murid yg ‘istimewa’ karena bila sedang latihan mengerjakan soal, lututnya selalu agak renggang. Dari mejanya, Remon dapat memandang celah di antara kedua lutut itu. Dan karena murid-murid lainnya sedang sibuk mengerjakan soal masing-masing dgn kepala tertunduk, maka Remon merasa bebas menatap pemandangan indah di depannya.
Pertama kali, Remon merasa bahwa hal itu hanya sebuah ketidaksengajaan. Murid yg istimewa itu mungkin terlalu asyik dan serius mengerjakan soal latihan sehingga tidak menyadari posisi duduknya yg menggairahkan birahi lelaki. Sesekali kedua lutut itu dirapatkan, tapi tak lama kemudian terbuka kembali.
Dia jadi terlena menatap keindahan paha dan kecantikan wajah gadis remaja yg duduk di depannya. Dan tak sengaja, ia melihat senyum kecil di sudut bibir gadis itu ketika memergoki arah tatapan matanya. Saat itu, ia langsung mengalihkan pandangan ke sekeliling ruang kelas. Tapi tak lama kemudian, seperti dihipnotis, pandangannya beralih kembali ke tempat semula. Ternyata kedua lutut itu terbuka semakin renggang hingga ia dapat melihat kemulusan paha bagian dalamnya.
Remon tak mampu mengalihkan matanya ketika muridnya itu kembali mengangkat wajahnya. Sesaat, tatapan mata mereka berbenturan. Lalu keduanya tersenyum. Tak lama kemudian, kedua lutut itu semakin direnggangkan hingga ia terpana menatap segaris celana dalam berwarna putih. Barulah disadarinya bahwa paha itu memang sengaja direnggangkan agar ia dapat memandang keindahan yg tersembunyi di balik rok seragam berwarna abu-abu itu.
Pada kesempatan lain, Remon hanyut ke dalam fantasinya sendiri. Seandainya mungkin, ia ingin menghampiri dan melihat keindahan itu lebih dekat lagi. Ia ingin mengusap kemulusan paha itu dan mengecup pori-porinya berulang kali. Ia ingin mencicipi kehalusan kulit paha itu dgn ujung lidahnya. Lalu ia akan mengecup dan sesekali menjilat, mulai dari lutut hingga ke pangkal paha. Ia juga ingin menyusupkan telapak tangannya ke bawah rok gadis remaja itu agar dapat meremas bongkah pinggul yg pasti masih kenyal.
Dan yg paling penting, ia ingin menyibak secarik kain tipis penutup pangkal paha gadis itu agar ia dapat menghirup aroma semerbak yg tersembunyi di situ. Aroma seorang gadis belia pasti sangat segar, katanya dalam hati. Aroma yg membius! Aroma yg membuat ia tak berdaya! Lalu ia akan menghirup aroma itu dalam-dalam. Setelah aroma itu memenuhi rongga dadanya, ia akan mencium dan menjilat-jilat kelembutan bibir nonok yg segar itu.
Lidahnya akan menari-nari dgn liar agar kedua belah paha mulus itu ‘menggunting’ lehernya sehingga lidahnya terperangkap dalam liang nonok yg basah. Setelah melipat lidahnya seperti bentuk sekop, akan dihisapnya semua lendir yg tersembunyi di bibir dalam dan dinding nonok itu. Akhirnya, ia akan meremas-remas bongkahan pinggul kenyal itu sambil membiarkan lidahnya merasakan denyutan-denyutan nonok seorang gadis remaja yg sedang mencapai puncak orgasmenya.
*****
Kira-kira seminggu setelah menyuguhi pemandangan indah di pangkal pahanya, tiba-tiba Yolla berjalan menghampiri Remon. Saat itu bel jam istirahat telah berbunyi. Gadis itu sengaja keluar paling akhir dari ruang kelas.
“Ini untuk Bapak!” katanya sambil meletakkan sepotong kertas di atas meja, lalu melangkah terburu-buru meninggalkan ruang kelas.
Remon membaca tulisan di kertas itu, ‘Coba tebak, besok Yolla pakai celana dalam warna apa?’. Dan di bawah tulisan itu ada nomor HP. Setelah merenung sejenak, Remon memasukkan nomor HP itu ke dalam memory HP-nya. Sejenak ia ragu mengirimkan SMS untuk menjawab pertanyaan itu. Tapi ada bisikan di lubuk hatinya, ‘Ini hanya sebuah game, tak salah untuk dicoba.’ Dan kemudian ia menuliskan satu kata, ‘Pink.’
Kira-kira semenit kemudian, HP Remon berbunyi. Ia membaca SMS yg masuk, ‘Salah.’ Lalu dibalasnya, ‘Biru muda.’ Tak lama kemudian, masuk jawaban, ‘Salah!’. Dibalasnya lagi dgn, ‘Putih!’. Jawabannya, ‘Masih salah!’. Setelah merenung sejenak, Remon membalas, ‘Hitam.’ Lalu ia menerima balasan, ‘Ayo, itu celana dalam siapa? Yolla nggak punya celana dalam warna hitam!’.
Remon tersipu. Lalu ia menulis SMS yg agak panjang, ‘Nyerah deh. Yg pernah aku lihat hanya: putih, pink, dan biru muda. 2 hr yg lalu aku nggak bisa melihatnya krn pahamu kurang terbuka!’ Dan ia pun menerima jawaban yg agak panjang, ‘Jadi Bpk ingin bsk Yolla pakai warna apa?’ Merasa game yg mereka mainkan telah meningkat panas dan mesra, dgn berani Remon menulis, ‘Jgn pakai!!’ Dan setelah SMS itu dikirimkan, hingga menjelang tidur malam harinya ia tidak mendapat balasan. Mungkin ia marah dan tersinggung, pikir Remon.
Keesokan harinya, jantung Remon berdebar-debar ketika berada di ruang kelas. Setelah menjelaskan beberapa contoh soal, ia melangkah berkeliling di antara kursi murid-muridnya. Ia berbuat demikian agar tak sempat bertatap mata dgn gadis remaja yg nakal itu. Tapi ketika sedang melangkah di sebelah kiri kursi Yolla, gadis itu sengaja menjatuhkan pensilnya ke lantai persis di depan kursinya.
Tanpa sadar, dgn refleks ia berhenti lalu menunduk memungut pensil itu. Dan ketika menengadah, tiba-tiba wajahnya merona merah. Walau hanya sesaat, dilihatnya gadis itu sengaja mengangkangkan kedua pahanya lebar-lebar, lalu dgn cepat dirapatkan kembali. Memang hanya dalam hitungan detik, tetapi ia sempat melihat pangkal paha itu dari jarak yg sangat dekat. Di pangkal paha itu ada setumpuk kecil bulu-bulu ikal berwarna hitam. Bukan hitam pekat, tetapi hitam kecokelat-cokelatan karena bercampur dgn bulu-bulu halus, lurus, dan masih pendek. Bulu-bulu yg baru tumbuh!
Setelah berdiri kembali dan berhasil menguasai dirinya, Remon menatap ke sekeliling ruang kelas. Tak terlihat ada tanda-tanda bahwa murid-murid lainnya mengetahui peristiwa itu. Lalu dgn suara tegas berwibawa, ia berkata..
“Kerjakan latihan soal nomor 1 dan 2.”
*****
Sore itu, ketika baru saja menutup pintu mobilnya, HP Remon berbunyi. Ia terpana ketika membaca nama yg muncul, Yolla.
“Ya, ada apa Yolla?”
“Bapak marah ya?! Kenapa setelah mengambil pensil Yolla dari lantai Bapak tidak duduk kembali di kursi Bapak. Padahal hari ini Yolla sengaja tidak pakai celana dalam agar Bapak bisa memandanginya!”
Lidah Remon tiba-tiba terasa kelu. Gila, katanya dalam hati. Si Yolla ini bicara to the point. Berkesan vulgar. Menantang. Gadis itu seolah tak peduli, atau memang tak mau peduli efek dari kalimat-kalimat nakal yg diucapkannya.
“Aku tidak marah! Aku sedang memikirkan apakah aku masih akan mendapatkan kesempatan memandang pangkal pahamu dari jarak sedekat itu.” kata Remon setelah memutuskan untuk ‘masuk’ ke game yg lebih dalam lagi.
Hanya orang bodoh yg menolakmu, katanya dalam hati. Bahkan kamu bisa membuat semua lelaki menjadi bodoh dan tak berani membantah keinginanmu. Lelaki mana yg berani menolak keinginan seorang gadis remaja yg cantik dan seksi seperti kamu? Lelaki mana yg akan membantahmu bila kau janjikan akan mendapatkan hadiah berupa sepasang paha ramping dan panjang yg akan membelit pinggangnya?
“Bapak suka?”
“Suka banget! Apalagi kalau boleh dicium!”
“Bapak mau mencium paha Yolla?”
“Mau! Paha dan pangkalnya ya!”
“Ha?!”
“Apa nonok Yolla belum pernah dicium?”
Sejenak tak ada jawaban. Remon pun sempat ragu-ragu untuk melanjutkan. Apakah mungkin si Yolla yg vulgar dan nakal itu masih virgin? Belum pernah merasakan lidah lelaki menjilat-jilat bibir nonoknya, mengisap-isap klitorisnya? Apakah mungkin ia belum pernah menggosok-gosokkan dan menghentak-hentakkan celah nonok di bibir dan hidung seorang lelaki? Kalau belum, mengapa ia mengatakan suka pada kumisku?, tanya Remon dalam hati.
Rasa penasaran membangkitkan gairah kejantanannya. Bagian bawah pusarnya mulai tegang ketika membaygkan keindahan bulu-bulu di sekitar nonok itu. Bulu-bulu yg dapat ia tatap sepuas hatinya. Tidak hanya pandangan sekilas seperti ketika ia memungut pensil dari depan kursi gadis belia itu. Bulu-bulu halus yg masih pendek, yg membuat ia gemas ingin menarikinya dgn bibirnya.
Menggelitiknya dgn kumisnya yg kasar. Gelitikan yg membuat pinggul itu mengelinjang. Lalu ia akan menjilatnya. Dan karena tak sabar, gadis itu akhirnya menarik kepalanya agar ia mencium dan menjilati bibir nonok yg mungil itu. Ini kesempatan emas yg mungkin terjadi hanya sekali seumur hidup, atau tidak akan pernah terjadi sama sekali! Take it or leave it, katanya dalam hati.
“Hallo Yolla!”
“Kalau dicium di situ belum pernah. Kalau dahi dan pipi sering, dicium Papa.”
“Terserah Yolla deh. Aku akan menurut saja. Kalau hanya boleh memandang saja, aku suka. Kalu diijinkan mencium, aku pun suka. Dilarang, aku pun akan patuh.”
“Kalau suka, Yolla akan mengijinkan Bapak memandangnya lagi dari jarak dekat!”
“Kapan?”
“Mau sekarang?”
“Hah?!”
“Yolla sekarang ada di Mall Arion. Bapak jemput Yolla ya. Jangan parkir. Masuk ke halaman mall dan melewati pintu depan. Yolla sekarang berdiri di situ, buruan ya!”
“OK!”
*****
Remon tersenyum sambil melirik Yolla yg duduk di sebelahnya. Secara material, walau hanya seorang guru matematika, ia tidak kekurangan. Ia berasal dari keluarga yg berkecukupan. Ia memiliki rumah dan mobil sedan yg baik pemberian orangtuanya. Ia mencintai matematika dan ingin mengajarkannya kepada orang lain.
Cita-citanya hanya ingin membuat matematika menjadi sebuah ilmu yg mudah untuk dimengerti. Sikapnya yg sabar ketika mengajar membuat ia disukai murid-muridnya. Ia memang tidak ingin diarahkan orangtuanya menjadi seorang pengusaha seperti yg dialami adiknya.
“Kita kemana?” tanya Remon memecah keheningan.
“Ke rumah Yolla saja. Di rumah Yolla hanya ada pembantu. Papa dan Mama sedang ke Singapore.”
“Karena sekarang tidak sedang di kelas, sebaiknya panggil langsung nama, jangan pakai Pak.”
“Benar? Nggak marah?”
“Benar! Walau perbedaan usia di antara kita mencolok, bukan berarti kita harus membuat sekat pemisah. Sekat seperti itu sangat membatasi ruang dan gerak.
Secara formal, kadang-kadang sekat seperti itu memang diperlukan untuk menjaga jarak karena kita terikat pada norma dan etika. Kalau informal, sekat-sekat itu tak diperlukan karena akan membatasi seseorang dalam mengekspresikan dirinya. Setuju?” Yolla tertawa kecil mendengar uraian Remon.
“Kayak menjelaskan rumus matematika saja!” komentarnya.
Ternyata gadis remaja itu tinggal di sebuah rumah besar dan mewah. Yolla menggandeng tangan Remon menuju ruang keluarga yg terletak di bagian tengah, lalu menghilang di balik salah satu pintu setelah aku menghempaskan pantat di atas sebuah sofa besar dan empuk. Tak lama kemudian, seorang pembantu datang meletakkan segelas minuman ringan di hadapanku dan kemudian dgn terburu-buru menghilang kembali ke arah belakang.
By JADIQQ/POJOKQQ
No comments:
Post a Comment